Translate

Jumat, 14 Februari 2014

di zaman dulu ayam tidaklah selalu ayam
kapan saja ayam bisa menjadi bebek, tergantung kepentingan
di jaman dahulu kambing tak selalu kambing
setiap saat kambing bersedia menjadi anjing
kalau ternyata partai anjing yang lebih siap diajak maling

ayam tak hanya pandai berkokok
ia sanggup juga menggonggong,
asalkan itu yang diperlukan
anjing tak hanya siap mengonggong
ia juga siap berkokok,
asalkan itu yang menguntungkan

seekor ayam yang berada di sebuah kandang ayam
pada saat yang sama ia sudah menjadi bagian dari rombongan bebek
seekor ayam yang belum selesai berkokok di gedung dewan ayam
memasang gambarnya di pinggir-pinggir jalan tidak sebagai ayam
ayam sanggup tampil sebagai hewan apapun yang dia perlukan..
(Emha Ainun Nadjib)

Mencari Jiwa Pemimpin

Pemimpin berbeda dengan penguasa...jika dilihat dari konotasinya. Pemimpin adalah orang yang mampu mengajak orang lian untuk melakukan sesuatu hal. Bukan dengan nafsu mencari nama atau yang lainnya, tetapi lebih condong memberi teladan bagi yang dipimpin. Sedangkan penguasa saya berpandangan bahwa orang tersebut lebih berorientasi pada kedudukan. Mempertahankan jabatan, menggunakan nafsu untuk merealisasikan tujuannya.
Saya teringat seorang pemuda yang bernama al fatih. Pemimpin mudah yang luar biasa. Saya sempat merenung sebentar, melihat bagaimana seorang pemuda bisa menjadi jendral perang memimpin pasukan Islam melewati benteng terbaik pada masa itu. Dan menaklukan konstantinopel. Suatu hambatan besar dan butuh sebuah keyakinan baja untuk mendobrak pesimisme. Hampir tidak bisa dinalar oleh otak waras. Tapi janji Rosullulloh SAW itu selalu benar. “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” 
[H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335].
Sempat saya pergi ke stadion jatidiri semarang. Melihat para pemuda yang begitu riuh mendukung tim kesayangannya. Begitu semangat para pemudanya melihat tim kesayangannya bertanding. Sepertinya gtidak kalah semangatnya dengan tentara al fatih. Tapi ini bukan al fatih, ini bukan tentara terbaik, ini bukan untuk Illahi. Lagi-lagi ketika kita masuk ke dalam kerumunan itu, kita lihat setiap perilaku dan sikap mereka. Sangat percaya diri dengan rokok dan aksesorisnya. Ada yang ditindik, ada yang pake kalung, tapi g sedikit yang pake baju biasa-biasa.
Jika semangat itu untuk sebuah perubahan, jika riuhnya teriakan mereka untuk membela kebenaran, ketika itu keyakinanku mulai memikirkan bagainana hebatnya negeri ini. Entah bayangan itu selalu ada. Ingin rasanya melihat semua itu. Mulai dari diri sendiri. Seperti membangun sebuah pondasi, al fatih pernah diperlihatkan kota konstantinopel dari kejauhan oleh ayahnya dengan menunjuknya dan itu adalah kota yang akan ditaklukan. Mempelajari berbagai ilmu dunia dan akherat.

Yah, pemimpin itu teladan bagi yang lain, pemimpin itu tidak sendiri, pemimpin itu punya pondasi kuat, pemimpin itu mengubah menuju kebaikan bersama.